I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada buah-buahan yang mengandung
senyawa fenolik seperti pisang, pear, salak, pala dan apel seringkali kita melihat proses perubahan warna setelah
dikupas, dipotong, ataupun digigit atau setelah mengalami luka. Hal demikian
dinamakan browning atau pencoklatan.
Tapi jika terjadi pada buah, hal ini disebut browning enzimatis.
Pencoklatan (Browning) adalah
terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami atau proses tertentu.
Pada kelompok buah-buahan seperti apel dan pir proses pencoklatan ini tidak
dikehendaki (browning enzimatis). Proses pencoklatan
pada buah apel tergantung pada reaksi enzimatis. Hal ini disebabkan karena buah
apel banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Penyebab dari pencoklatan
enzimatik terjadi sesaat setelah buah dipotong adalah oksidasi.
Berbeda halnya pada pencoklatan yang
terjadi pada roti, snack, permen, dan produk lainnya. Pencoklatan pada bahan
tersebut pada umumnya dikehendaki. Hal ini dinamakan browning non enzimatis.
Berdasarkan pembahasan di atas maka
perlu dilakukan percobaan yang membahas mengenai pengaruh pencoklatan pada buah
khususnya apel terhadap kandungan gizi dan mutu serta efek beberapa metode
penghambatan pencoklatan pada buah beku.
B
Tujuan dan Kegunaan
Praktikum
Tujuan
dari praktikum ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengaruh pencoklatan yang terjadi pada buah terhadap kandungan gizi
dan mutu pada buah beku
2. Untuk mengetahui
efek beberapa metode penghambatan pencoklatan pada buah beku.
Kegunaan
dari praktikum
ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan informasi mengenai pengaruh
pencoklatan dan cara mencegah dari pencoklatan yang terjadi pada bahan pangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Apel (Pyrus malus L)
Apel
merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat yang
beriklim subtropis. Apel telah ditanam di Indonesia sejak tahun
1934 hingga sekarang. Secara taksonomi, apel tergolong dalam divisi spermatophyta
dari famili rocaceae (Anonim, 2009).
Pohon
apel merupakan pohon yang kecil dan berdaun gugur, mencapai ketinggian 3 - 12 meter dengan tajuk yang lebar dan biasanya sangat
beranting. Daunnya berbentuk lonjong dengan panjang 5 -
12 cm dan lebar 3 - 6 cm. Bunga apel mekar di musim semi, bersamaan
dengan percambahan daun. Bunganya putih dengan baur merah jambu yang berangsur
pudar. Pada bunga terdapat
lima kelopak dan mencapai diameter
2.5 hingga 3.5 cm. Buah masak pada musim gugur,
dan biasanya berdiameter 5 hingga 9 cm. Inti buah apel memiliki lima gynoecium yang tersusun seperti bintang
lima mata,
masing-masing berisi satu hingga tiga biji.
Berikut klasifikasi ilmiah dari buah
apel (Anonim 2011a) :
Kingdom :
Plantae
Subkingdom :
Tracheobionta
Super Divisi :
Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas :
Rosidae
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Genus : Pyrus
Spesies : Pyrus malus L
Komponen
fenolik pada apel berupa flavonoid dan asam fenolik. Flavonoid yang ada di dalam apel
adalah flavonol, catechin, dan epicatechin. Contoh asam fenolik yang ada di
dalam apel adalah asam cafeic dan asam p-coumaric
yang membentuk ester dengan asam quinic di dalam apel. Senyawa fenolik lainnya
adalah floretin glikosida. Konsentrasi masing-masing senyawa fenolik pada apel
bervariasi, bergantung pada bagian-bagian di mana senyawa tersebut ada. Pada
kulit apel, senyawa fenolik yang mendominasi adalah quercetin glikosida dan
flavonol. Bagian inti dan biji buah apel banyak mengandung floretin glikosida.
Bagian korteks buah apel banyak mengandung asam fenolik (Anonim, 2011b).
B. Browning
Browning adalah
terbentuknya warna coklat pada bahan pangan akibat suatu reaksi ataupun secara alami. Menurut Anonim (2010a), ada dua macam yaitu :
·
browning
enzimatik
Browning Enzimatik merupakan
pencoklatan yang tidak dikehendaki yang terjadi akibat reaksi enzim polifenol
oksidase dengan oksigen pada substrat tertentu terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat
fenolik di samping katekin
dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta
leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis
ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang
baik untuk proses pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya
enzin fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat
tersebut. Pencoklatan pada buah apel dan buah
lain setelah dikupas disebabkan oleh aktifitas
enzim polypenol oxidase dengan bantuan
oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon.
Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Selain itu sering terjadi kerusakan fisiologis yang merupakan
kerusakan yang disebakan oleh reaksi-reaksi yang dikatalisasi oleh enzim.
Misalnya enzim yang berkerja dalam reaksi katabolik (pembongkaran). Adanya reaksi pembongkaran ini maka
jumlah energi yang terdapat pada jaringan buah menjadi berkurang. Akibatnya
buah lama-kelamaan menjadi rusak dan busuk. Tanda – tanda lainnya ialah
penurunan berat, tekstur, dan aroma.
· browning
non enzimatik
Pencoklatan nonenzimatik (non-enzymatic browning) sering
dijumpai dalam produk bahan olahan. Browning
non enzimatik terutama disebabkan
reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi (melalui sisi
keton dan aldehid yang reaktif) dengan asam-amino (melalui gugus amina). Reaksi
ini dapat menghasilkan warna dan cita rasa yang diinginkan dalam bahan makanan. Namun demikian, reaksi ini juga merugikan, yaitu menurunkan nilai
biologis protein terutama untuk asam amino lisin, dapat menghasilkan cita rasa dan tekstur yang tidak disukai.
Menurut
Anonim (2010b), reaksi
pencoklatan non enzimatik
yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C. Warna coklat karamel didapat dari
pemanasan larutan sukrosa dengan amonium bisulfat seperti pada minuman cola, produk hasil pemanggangan, sirup, dan permen. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki
muatan negatif. Reaksi
Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi (gugus keton
atau aldehidnya). Pada
akhir reaksi terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul
besar. Reaksi yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada
gula dengan asam amino pada protein ini membentuk glukosilamin. Selain gugus
aldehid/keton dan gugus amino, faktor yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah
suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula. Berkaitan dengan
suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC namun tidak
terjadi pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik
untuk reaksi Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu
rendah atau terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih
banyak sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul
gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih
besar. Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama molekul heksosa, galaktosa
lebih reaktif dibanding yang lain.
Reaksi pencoklatan secara
nonenzimatik belum diketahui atau dimengerti penuh. Menurut Anonim (2010c), ada tiga macam reaksi browning non enzimatik yaitu :
a. Karamelisasi
Ketika suatu larutan sukrosa
diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga titik didihnya.
Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Bila
keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada
bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur
sukrosa adalah 1600C. Bila gula yang telah mencair tersebut
dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 1700C, maka mulailah
terjadi karamelisasi sukrosa. Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau
terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap-tahap
seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul
glukosa dan sebuah fruktosan. Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah
molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu
molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti
dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut.
b.
Reaksi Maillard
Reaksi Maillard adalah
reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus
amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna cokelat, yang
sering disebut dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda
penurunan mutu. Reaksi maillard berlangsung melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
·
suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus
amino dari protein sehingga menghsilkan basa Schiff.
·
perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa.
·
dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan
furfuraldehida, misalnya dari heksosa diperoleh hidroksi metil furfural.
·
proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-dikarbonil yang diikuti
penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan α-dikarboksil seperti
metilglioksal, asetol, dan diasetil.
·
aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolemerisasi tanpa mengikutsertakan
gugus amino (disebu kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk
senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.
c. Pencoklatan Akibat Vitamin C
Vitamin C (asam askorbat)
merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai precursor
untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam
keseimbangan denga asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton
asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa
diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
d. Pencegahan Browning
Menurut Anonim
(2011c), pencegahan browning dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
· pengurangan oksigen (O2)
atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C
ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi
komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat
menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu
ppm secara langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi
bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin
C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon)
menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak
berwarna. Asam askorbat
selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat.
Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan
terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi
produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis
dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
· mengkontrol reaksi browning enzimatis
dengan menambahkan enzim mometiltransferase sebagai penginduksi.
· mengurangi komponen-komponen yang
bereaksi browning melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu
(suatu kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA
atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga
enzim menjadi inaktif.
· pemanasan untuk menginaktivasi
enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC
enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
· penambahan Sulfit. Larutan sulfit
bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non
enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Pada browning non
enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada
pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah
timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan
mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim,
dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida
enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan
terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan
metabolisme dan akhirnya akan mati. Sulfit akan lebih efektif
dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit
dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan
lebih terbentuk pada pH rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang
ini, pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam sitrat.
· pemberian Asam sitrat. Asam sitrat
adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus
karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon
di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat
asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat
senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet.
Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan
dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi
berwarna coklat. Hal inilah yang
menyebabkan mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus
lemon, warna putih khas apel akan tahan
lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menurunkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di
bawah 4,5. Turunnya
pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh
semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat
menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.
e. Vitamin C
Vitamin
C merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai percursor untuk membentuk warna coklat
nonenzimatik. Vitamin C ini banyak pada buah-buahan berwarna orange. Dalam
suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat (Winarno,
2004).
Vitamin
ini terdapat dalam semua jaringan hidup yang mempunyai tugas mempengaruhi
reaksi oksidasi-reduksi. Sumber utama asam L-askorbat dalam makanan ialah sayur
dan buah. Asam L-askorbat adalah lakton (ester dalam asam hidroksikarboksilat)
dan diberi ciri oleh gugus enadiol yang menjadikannya senyawa pereduksi yang
kuat (John, 1997).
Vitamin C
adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak
selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan meningkat karena kerja logam,
terutama tembaga dan besi dan juga kerja enzim. Pendedahan oksigen, pemansan
yang terlalu lama dengan adanya oksigen dan pendedahan terhadap cahaya semuanya
merusak kandungan vitamin C makan (John, 1997).
f. Total Asam
Total asam adalah
ukuran dari keseluruhan
asam. Total asam terkait
dengan pH namun konsep tidak identik. Sementara pH mengukur kekuatan asam,
total asam mengukur jumlah asam. Asam tartarat adalah
asam utama, tetapi yang lain
seperti sitrat malat
dan dapat ditemukan juga (Anonim, 2006).
Pada
buah mentah lebih banyak mengandung vitamin C dibanding dengan buah yang sudah matang. Semakin tua buahnya maka semakin
berkurang vitamin C-nya. Sedangkan total asam sama halnya dengan vitamin C akan
berkurang jika buahnya telah masak. Vitamin C mudah rusak. Disamping larut air,
mudah teroksidasi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah (Winarno, 2004).
g. Total Padatan
Terlarut (TPT)
Total padatan Terlarut (TPT) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik, misalnya garam) yang terdapat pada sebuah larutan. Tpt meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan
milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat
yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang
berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter).
Total padatan terlarut (Total Dissolved Solid) adalah bahan-bahan
terlarut (diameter < 10 -6 mm) dan koloid (diameter < 10 -6 mm - < 10
-3 mm) yang berupa senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada
kertas saring berdiameter 0,45 µm (Anonim, 2011d).
Kandungan TPT pada buah maupun sari buah dapat
diukur dengan hand-refraktometer. Pembekuan terhadap bahan pangan
misalnya buah apel, pir, kentang atau salak, mempengaruhi total padatan terlarut. Pada buah
jika terjadi pematangan maka akan menurunkan kualitas buah itu. TPT atau TDS bisa ditetapkan dengan
menggunakan dua metode, yaitu konduktometri dan gravimetri. Jika sampel diperkirakan nilai TDS-nya di bawah
1999 ppm bisa ditetapkan dengan dengan
metode kontuktometri, sedangkan metode gravimetri ditetapkan jika konsentrasi
TDS-nya diatas 1999 ppm faktor
koreksinya banyak dan kesalahannya juga banyak sehingga pembacannya tidak
akurat. Cara gravimetri ini dilakukan dengan cara menyaring sampel dengan
kertas saring dan hasil saringannya ditampung dalam cawan pemanas. Kemudian
diuapkan dalam oven pada suhu 105o C. Nilai TDS adalah selisih
penambahan berat cawan sisa
uap sampel dikurangi cawan kosong (Anonim, 2010d).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilakukan pada hari Selasa, 27 September 2011 pukul 09.50-12.50 WITA bertempat di Laboratorium Kimia
Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat
& Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
-
pisau -
erlenmeyer
-
gelas kimia -
alat titrasi
-
pipet volum -
timbangan analitik
-
pipet
tetes - mortar
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- apel - NaOH
0,1 N
- garam -
larutan Natrium
Metabisulfit 0,3%
- aquades - larutan dinatrium hydrogen posfat 0,2%
- indikator pati - plastik kelim
- indikator pp(phenol ptalein) - kertas label
- iodin 0,1
N
C. Prosedur
Praktikum
Prosedur praktikum pada praktikum kali ini adalah :
Ø Preparasi
1.
Dikupas buah dan dibuang bagian tengahnya kemudian
dipotong dadu dan direndam kedalam
3% larutan garam selama 5 menit.
2.
Diberikan
perlakuan yang berbeda pada buah.
3.
Dibagi sampel pada
masing-masing perlakuan menjadi dua bagian.
4.
Dilakukan analisis kandungan Vitamin C, Total Asam, Total
Padatan Terlarut (TPT) serta uji organoleptik meliputi warna, aroma, dan
tekstur.
5.
Dimasukkan ke dalam kantong plastik kelim dan diberikan
label sesuai perlakuan. Kemudian disimpan pada refrigerator.
6.
Dilakukan
penyimpanan selama 1 minggu kemudian dilakukan pengamatan.
Ø Titrasi
Vitamin C
1. Dihancurkan bahan dan diambil sebanyak 5 gram, kemudian
diencerkan dalam labu takar
hingga 100 ml lalu dituang ke dalam gelas ukur.
2. Dipipet
sebanyak 25 ml ke dalam erlemeyer.
3. Ditetesi
dengan indikator pati sebanyak 3 tetes.
4. Dititrasi
dengan iod 0,1 N hingga berubah warna menjadi warna biru.
5. Dihitung
persentasi vitamin C dengan rumus :
x 100 %
Di mana, FP = 4.
Ø Total
Asam
1. Dihancurkan bahan dan diambil sebanyak 5 gram, kemudian
diencerkan dalam labu takar hingga 100 ml lalu dituang ke dalam gelas ukur.
2. Dipipet
sebanyak 25 ml ke dalam erlemeyer.
3. Ditetesi
dengan indikator pp sebanyak 3 tetes.
4. Dititrasi
dengan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah mudah.
5. Dihitung
persentasi vitamin C dengan rumus :
x 100%
Di mana, FP = 4, dan Grek = 64
D. Perlakuan Praktikum
Perlakuan yang
dberikan pada praktikum ini adalah :
1.
A0
= Kontrol (tanpa perlakuan).
2.
A1
= Dimasukan potongan
sampel ke dalam air panas
pada suhu 77°C selama 10 detik, kemudian didinginkan ke dalam air dingin.
3.
A2
= Dicelup dalam larutan 0,3% Natrium metabisulfit selama 3 menit dan
dikeringkan.
4.
A3
= Dicelup dalam 0,2% Kalium dihidrogen posfat selama 3 menit.
5.
A4
= Dicelup dalam 0,3% Natrium Metabisulfit selama 3 menit, setelah itu dicelup
dalam 0,2% Dinatrium hidrogen posfat selama 3 menit.
6.
A5
= Diblansing selama 5 menit dan didinginkan dengan air dingin.
E.
Parameter
Perlakuan
Parameter perlakuan pada praktikum ini
adalah :
- total vitamin C - total Padatan Terlarut (TPT)
- total asam -
warna, tekstur dan
aroma
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil yang diperoleh
pada praktikum ini adalah :
Tabel 01. Data
hasil uji parameter warna, aroma, tekstur sebelum dan sesudah penyimpanan buah
apel yang telah diberi perlakuan
No.
|
Perlakuan
|
Parameter
|
|||||
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
|||||
Sebelum
|
Sesudah
|
Sebelum
|
Sesudah
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
1.
|
A0
|
Kuning
|
Agak
coklat
|
Khas
apel
|
Khas
berkurang
|
Keras
|
Lunak
|
2.
|
A1
|
Kuning
|
Agak
coklat
|
Agak
berkurang
|
Khas apel
|
Agak
lunak
|
Lunak
|
3.
|
A2
|
Kuning
|
Coklat
|
Agak
berkurang
|
Khas apel
|
Agak
lunak
|
Lunak
|
4.
|
A3
|
Kuning
|
Agak
coklat
|
Khas apel
|
Khas apel
|
Keras
|
Lunak
|
5.
|
A4
|
Kuning
|
Coklat
|
Khas apel
|
Khas apel
|
Keras
|
Lunak
|
6.
|
A5
|
Kuning
|
Coklat
|
Berkurang
|
Khas
berkurang
|
Agak
lunak
|
Lunak
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2011.
Grafik 01. Hasil perhitungan Vitamin C pada buah apel dengan berbagai perlakuan
Grafik 02. Hasil
perhitungan Total Asam pada buah
apel dengan berbagai perlakuan
Grafik 03. Hasil
perhitungan Total Padatan Terlarut
pada buah apel dengan berbagai perlakuan
B. Pembahasan
1. Warna
Perubahan warna
yang terjadi pada buah apel pada perlakuan A0 setelah disimpan selama tiga hari dari
sebelumnya berwarna kuning kemudian
berubah menjadi agak coklat. Pada perlakuan
A4 sebelum disimpan warnanya kuning dan setelah disimpan warnanya
berubah menjadi coklat. Perbandingan antara perlakuan A4 dan perlakuan
A0 sebelum disimpan warnanya juga sama yaitu kuning tapi setelah
penyimpanan, perlakuan A4 berwarna coklat sedangkan pada perlakuan A0 berwarna agak
coklat dari A4. Hal
ini sesuai dengan Anonim (2010a), bahwa pencoklatan
enzimatik terjadi pada buah-buahan yang mengandung substrat senyawa fenolik dengan jenis
ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang
baik untuk proses pencoklatan.
2. Aroma
Perubahan
aroma yang terjadi pada perlakuan A0
sebelum penyimpanan selama tiga hari aromanya khas apel tapi setelah
penyimpanan aroma khasnya berkurang. Pada perlakuan A4 sebelum
penyimpanan aromanya khas apel dan setelah penyimpanan selama tiga hari
aromanya tetap khas apel. Perbandingan antara perlakuan A4 dan
perlakuan A0 sebelum penyimpanan adalah A4 beraroma khas
begitupun pada A0 juga khas apel dan setelah penyimpanan aroma pada perlakuan
A4 tetap khas tapi pada A0 aroma berkurang. Perubahan
aroma yang terjadi pada buah apel ini disebabkan karena adanya
aktifitas enzim pada buah yang mengubah aroma buah apel. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2010a) bahwa kerusakan fisiologis merupakan
kerusakan yang disebakan oleh reaksi-reaksi yang dikatalisasi oleh enzim.
Misalnya enzim yang berkerja dalam reaksi katabolik (pembongkaran), dengan adanya reaksi pembongkaran ini
maka jumlah energi yang terdapat pada jaringan buah menjadi
berkurang. Akibatnya buah akan menjadi
rusak dan busuk. Tanda - tanda lainnya ialah penurunan berat,
tekstur, dan aroma.
3. Tekstur
Perubahan
tekstur pada buah apel pada perlakuan A0 yaitu sebelum penyimpanan
teksturnya keras dan setelah penyimpanan teksturnya lunak. Pada perlakuan A4
sebelum penyimpanan teksturnya keras dan setelah penyimpanan teksturnya lunak.
Perbandingan perlakuan A4 dan A0 adalah pada A4
sebelum penyimpanan teksturnya keras dan pada A0 teksturnya juga
keras tapi setelah penyimpanan terkstur A4 menjadi lunak dan pada perlakuan A0 juga lunak. Perubahan tekstur yang terjadi pada
buah apel ini karena penyimpanan yang dilakukan selama beberapa hari. Hal
ini sesuai Anonim (2010d)
bahwa penyimpanan buah
dapat menurunkan kualitas buah tersebut
dalam hal ini adalah tekstur.
4. Vitamin C
Perbandingan sebelum dan setelah
penyimpanan buah apel pada perlakuan A0
meningkat, kadar vitamin C sebelum adalah 0,0704% dan setelah penyimpanan
menjadi 0,19712%. Pada perlakuan A4 sebelum dilakukan penyimpanan
kadar vitamin C adalah 0,04928% dan setelah penyimpanan selama tiga hari kadar
vitamin C adalah 0,0704%. Jika dilakukan perbandingan antara A4 dan
A0 sebelum penyimpanan kadar vitamin C pada perlakuan A4 adalah
0,04928% dan pada perlakuan A0
hasilnya adalah 0,0704% sedangkan setelah penyimpanan kadar vitamin C perlakuan
A4 adalah 0,0704% dan pada perlakuan A0 adalah
0,19712%. Perbedaan hasil yang didapat karena vitamin C pada buah apel telah
tereduksi. Namun terdapat perlakuan yang mengalami kenaikan total vitamin C hal
ini karena kesalahan titrasi saat percobaan. Perlakuan yang benar adalah yang
mengalami penurunan total vitamin C karena vitamin C selama penyimpanan hilang
atau terduksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan John (1997) bahwa Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari
semua vitamin dan mudah rusak selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan
meningkat karena kerja logam, terutama tembaga dan besi dan juga kerja enzim.
5. Total Asam
Perbandingan total asam pada buah apel
sebelum dan setelah penyimpanan pada perlakuan A0 total asamnya menurun
yaitu dari 0,3072% menjadi 0,1536%. Pada perlakuan
A4 sebelum dilakukan
penyimpanan total asamnya adalah 0,0512% dan setelah penyimpanan selama tiga hari
kadar total asamnya adalah
0,1024%. Jika dilakukan perbandingan antara perlakuan A4 dan
perlakuan A0 sebelum penyimpanan total asam pada perlakuan A4
adalah 0,0512% dan pada perlakuan A0 total asamnya adalah 0,3072% sedangkan setelah perlakuan
A4 total asamnya adalah
0,1024% dan pada perlakuan A0
adalah 0,1536%. Perbedaan persentase sebelum dan sesudah penyimpanan
pada buah apel terjadi
karena adanya beberapa perlakuan. Perlakuan yang total asamnya mengalami
kenaikan karena telah ditambahkan
sulfit yang berfungsi mempertahankan total asam pada buah dan perlakuan yang
mengalami penurunan terjadi karena terjadi pemasakan buah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Winarno (2004) bahwa total asam pada buah mentah akan berkurang jika buahnya
telah masak.
6. Total Padatan Terlarut
Perbandingan perlakuan pada buah
apel pada A0 sebelum
penyimpanan TPTnya adalah 8 dan setelah penyimpanan meningkat menjadi 8,5. Pada
perlakuan A4 sebelum dilakukan penyimpanan total padatan terlarutnya
adalah 6 dan setelah penyimpanan selama tiga
hari meningkat menjadi 6,5. Jika
dilakukan perbandingan antara perlakuan A4 dan A0 sebelum
penyimpanan total padatan terlarut pada perlakuan A4 adalah 6
dan pada perlakuan A0 adalah 8 sedangkan setelah perlakuan A4 adalah 6,5
dan pada A0 adalah 8,5. Persentase total padatan terlarut yang
didapat berbeda hasilnya dari tiap perlakuan. Pada perlakuan A0 dan
A4 mengalami kenaikan TPT. Hal ini sesuai dengan Anonim (2010d)
bahwa pembekuan terhadap
bahan pangan misalnya apel mempengaruhi total padatan terlarut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang
diperoleh dari praktikum ini adalah :
1. Pengaruh pencoklatan yang terjadi pada buah beku terhadap kandungan gizi dan mutunya meliputi total
vitamin C, total asam, total padatan terlarut serta perubahan warna, tekstur
dan aroma pada buah yang mengakibatkan
kandungan gizi dan mutu buah tersebut menurun.
2. Metode penghambat
pencoklatan yaitu dapat menghambat proses pencoklatan dengan cara menonaktifkan
enzim penyebab pencoklatan, mempertahankan warna buah, dan mengawetkan buah
yang merupakan fungsi dari natrium metabisulfit.
B.
Saran
Saran untuk praktikum
selanjutnya adalah supaya lebih teliti dalam pembacaan skala dan pemahaman pada
prosedur praktikum agar lebih diperjelas serta penggunaan alat laboratorium
yang memang betul dibutuhkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,2006.Titratable Keasaman, Keasaman total, Total Asam. http://www.crushnet.com/enowiki/titratable-acidity-total-acidity-ta. Diakses
tanggal 29 September 2011, Makassar.
Anonim, 2009. Antibrowning apel fresh cut. http://3yuli.wordpress.com/. Diakses
tanggal 29 September 2011, Makassar.
Anonim, 2010a. Apel kupasan berwarna coklat. http://tekhnologi-hasil-pertanian.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 September 2011, Makassar.
Anonim, 2010b.
Reaksi Millard. http://raudhatuljannah11.wordpress.com/2010/05/02/reaksi-millard/. Diakses
tanggal 29 September 2011, Makassar.
Anonim, 2010c. Browning. http://ditaa08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/browning-enzimatis/. Akses tanggal 28 Oktober 2011. Makassar
Anonim, 2010d. Vitamin
C.http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/vitamin-c/. Diakses tanggal 1 Oktober 2011, Makassar
Anonim, 2011b. Proses
Pencoklatan Pada Buah Apel.
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011/05/13/proses-pencokelatan-pada-buah-apel/. Akses tanggal 29 September 2011.
Makassar
Anonim, 2011c. Proses browning pada
bahan pangan dan pencegahannya. http://lordbroken.wordpress.com/2011/09/24/proses-browning-pada-bahan-pangan-dan-pencegahannya/. Diakses
tanggal 29 September 2011, Makassar.
Anonim, 2011d. Praktikum teknik lingkungan "total padatan terlarut". http://misnanidulhadi.blogspot.com/2011/03/praktikum-teknik-lingkungan-total.html. Diakses tanggal 29 September 2011, Makassar.
Deman, John M, 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB : Bandung.
Winarno, 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT
Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran
01: Data pengamatan pengaruh pencoklatan
terhadap vitamin c, total asam, dan Total Padatan Terlarut (TPT) sebelum dan
sesudah penyimpanan 3
hari dengan berbagai perlakuan.
No
|
Perlakuan
|
PARAMETER
|
|||||
Vitamin
C
|
Total
Asam
|
TPT
|
|||||
Sebelum
|
Setelah
|
Sebelum
|
Setelah
|
Sebelum
|
Setelah
|
||
1
|
A0
|
0,074%
|
0,19712%
|
0,3072%
|
0,1536%
|
8
|
8,5
|
2
|
A1
|
0,352%
|
0,08448%
|
0,1536%
|
0,1536%
|
7
|
3,6
|
3
|
A2
|
0,02112%
|
0,0704%
|
0,1536%
|
0,2048%
|
6,5
|
6,9
|
4
|
A3
|
0,0493%
|
0,09%
|
0,1536%
|
0,1536%
|
6
|
7,5
|
5
|
A4
|
0,04928%
|
0,0704%
|
0,0512%
|
0,1024%
|
6
|
6,5
|
6
|
A5
|
0,176%
|
0,0704%
|
0,2048%
|
0,9216%
|
5
|
5,5
|
Tabel 02.
Hasil perhitungan vitamin C, total asam, dan total padatan terlarut.
Sumber: Data Sekunder Praktikum
Analisis Perubahan Kimia Pangan, 2011.
Lampiran 02: Hasil
perhitungan total vitamin C sebelum
penyimpanan
Rumus : % Vit C =
Keterangan : FP = 4
1. A0
% Vit C =
% Vit C =
% Vit C = 0,074 %
2.
A1
% Vit C =
% Vit C = 0,352 %
3.
A2
% Vit C =
% Vit C = 0,02112
%
4.
A3
% Vit C =
% Vit C = 0,04928
%
5.
A4
% Vit C =
% Vit C = 0,04928
%
6.
A5
% Vit C =
% Vit C = 0,176 %
Lampiran 03. Hasil perhitungan total vitamin C setelah penyimpanan 3 hari
Rumus : % Vit C =
Keterangan : FP = 4
1.
A0
% Vit C =
% Vit C = 0,019712
%
2.
A1
% Vit C =
% Vit C = 0,08448 %
3.
A2
%
Vit C =
% Vit C = 0,0704 %
4.
A3
% Vit C =
%
Vit C = 0,09 %
5.
A4
%
Vit C =
%
Vit C = 0,0704 %
6.
A5
%
Vit C =
% Vit C = 0,0704 %
Lampiran 04 : Hasil
perhitungan total asam sebelum
penyimpanan
Rumus : %
total asam =
Keterangan
: FP = 4, Grek = 64
1.
A0
%
total asam =
%
total asam = 0,3072 %
2. A1
%
total asam =%
%
total asam = 0,1536 %
3. A2
% total asam =
% total asam = 0,1536 %
4.
A3
% total asam =
% total asam = 0,1536 %
5.
A4
% total asam =
% total asam = 0,0512 %
6.
A5
%
total asam =
%
total asam = 0,2048%
Lampiran 05.
Hasil perhitungan total asam setelah penyimpanan tiga hari
Rumus : % total asam =
Keterangan : FP
= 4, Grek = 64
1.
A0
% total asam =
% total asam = 0,1536 %
2.
A1
% total asam =
% total asam = 0,1536 %
3.
A2
% total asam =
% total asam = 0,2048 %
4. A3
% total asam =
% total asam = 0,1536 %
5. A4
% total asam =
% total asam = 0,10240 %
6. A5
% total asam =
% total asam = 0,92160%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar